Jumat, 16 November 2012

Cianjur Punya Apa ???


SEJARAH GUNUNG PADANG

“Gunung Padang” adalah nama yang diberikan kepada sebuah situs (tempat peninggalan kebudayaan purbakala) berupa bangunan punden berundak sehingga menyerupai sebuah bukit/gunung. Situs Gunung Padang terletak di sebuah kawasan di antara Cianjur bagian utara dan Cianjur bagian selatan, sekitar 25 km sebelah selatan barat daya kota Cianjur. Berdasarkan pengukuran GPS, lokasi situs ini berada pada koordinat 06°59,522’ LS dan 107°03,363 BT pada ketinggian 894 m dpl di dasar situs. Lokasi dapat ditempuh menggunakan kendaraan bus kecil (tidak dapat sampai lokasi, 3 km sebelum lokasi harus berhenti), mobil jeep dan sejenisnya (bukan sedan) sampai lokasi, atau motor sampai lokasi.
Kondisi jalan bervariasi dari buruk sampai bagus dengan dominan sedang. Dari kota Cianjur, lokasi dapat ditempuh menuju Sukabumi, kemudian berbelok ke arah jalan menuju Warungkondang dan Kancana sampai ke Lampegan. Sebelum sampai Lampegan, yang merupakan stasiun peninggalan Belanda, ada jalan berbelok menuju situs Gunung Padang. Papan petunjuk jalan lokasi situs cukup membantu. Perjalanan ke arah situs berada di kawasan perkebunan teh. Secara administratif, situs ini termasuk ke dalam Desa Karyamukti, Kecamatan Cempaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Situs ini ada dalam pengelolaan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang.
Situs Gunung Padang merupakan Punden Berundak yang tidak simetris, berbeda dengan punden berundak simetris seperti Borrobudur, juga berbeda dengan punden berundak simetris lainnya yang ditemukan di Jawa Barat seperti situs Lebak Sibedug di Banten Selatan. Sebuah punden berundak tidak simetris menunjukkan bahwa pembangunan punden ini mementingkan satu arah saja ke mana bagunan ini menghadap.
Situs Gunung Padang terdiri atas lima teras (tingkatan). Dasar situs terdapat di 06°59,522’ LS , 107°03,363 BT lokasi ketinggian 894 m dpl (di atas permukaan laut), data setiap teras adalah sebagai berikut:
  1. teras pertama berada di lokasi 06°59,617’ LS dan 107°03,367 BT pada ketinggian 983 m dpl, arah teras menghadap ke mataangin utara baratlaut (azimut 335° UT),
  2. teras kedua berada di lokasi 06°59,631’ LS dan 107°03,373 BT pada ketinggian 985 m dpl, arah teras menghadap ke mataangin utara baratlaut (azimut 337° UT),
  3. teras ketiga berada di lokasi 06°59,652’ LS dan 107°03,381 BT pada ketinggian 986 m dpl, arah teras menghadap ke mataangin utara baratlaut (azimut 335° UT),
  4. teras keempat berada di lokasi 06°59,658’ LS dan 107°03,380 BT pada ketinggian 987,5 m dpl, arah teras menghadap ke mataangin utarabaratlaut (azimut 330° UT).
  5. teras kelima berada di lokasi 06°59,666’ LS dan 107°03,383 BT pada ketinggian 989 m dpl, arah teras menghadap ke mataangin utarabaratlaut (azimut 345° UT).
Berdasarkan data di atas, tinggi punden berundak situs Gunung Padang adalah 95 meter dengan arah utama teras menuju utara barat laut dengan rata‐rata orientasi (azimut 336,40 ° UT). Memperhatikan titik lokasi menurut garis lintang pada setiap teras, dapat dilihat bahwa dari teras 1 ke teras 5 membujur dari utara ke selatan dengan beda tinggi 6 m dari teras 1 ke teras 5.
Bahan bangunan pembuat situs adalah batu‐batu besar andesit, andesit basaltik, dan basal berbentuk tiang‐tiang dengan panjang dominan sekitar satu meter berdiameter dominan 20 cm. Tiang‐tiang batuan ini mempunyai sisi‐sisi membentuk segibanyak dengan bentuk dominan membentuk tiang batu empat sisi (tetragon) atau lima sisi (pentagon). Setiap teras mempunyai pola‐pola bangunan batu yang berbeda‐beda yang ditujukan untuk berbagai fungsi. Teras pertama merupakan teras terluas dengan jumlah batuan paling banyak, teras kedua berkurang jumlah batunya, teras ke‐3 sampai ke‐5 merupakan teras‐teras yang jumlah batuannya tidak banyak. Luas area ini secara keseluruhan dilaporkan sekitar tiga hektare (30.000 m2)dengan luas total lima teras 3132 m2 sehingga di beberapa publikasi internet dinyatakan sebagai situs megalitikum terluas di Asia Tenggara.
Ke sebelah utara baratlaut Gunung Padang terdapat Gunung Gede (2950 m dpl) pada jarak sekitar 25 km, di sebelah tenggara Gunung Gede terdapat puncak‐puncak lain yang membentuk kelurusan sekitar 330‐340° UT ke arah situs Gunung Padang, yaitu Gunung Kancana (1233 m dpl) dan Pasir (bukit) Pogor (999 m dpl).
Secara teknis, situs Gunung Padang pertama kali dilaporkan keberadaannya oleh peneliti kepurbakalaan zaman Belanda: N.J. Krom, seorang ahli kepurbakaan Hindu di Nusantara.
Laporan pertama tentang Gunung Padang muncul dalam laporan tahunan Dinas Purbakala Hindia Belanda tahun 1914 (Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch‐Indie). N.J. Krom tidak melakukan penelitian mendalam atasnya, hanya menyebutkan bahwa situs ini diperkirakannya sebagai sebuah kuburan purbakala. Situs ini kemudian dilaporkan kembali keberadaannya pada tahun 1979 oleh penduduk setempat kepada penilik kebudayaan dari pemerintah daerah. Sejak itu, situs ini telah diteliti cukup mendalam meskipun masih menyisakan berbagai kontroversi. Para ahli purbakala atau yang meminati kepurbakalaan telah melakukan berbagai penelitian atas situs ini. Sebagian besar hasil penelitiannya tidak bisa diakses dengan mudah oleh umum, hanya tersimpan sebagai publikasi ilmiah profesional. Beberapa lembaga yang pernah melakukan penelitian di sini adalah: Direktorat Sejarah dan Purbakala, Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat, Balai Arkeologi Bandung dan sebuah lembaga swasta Bandung Fe Institute.

KONTROVERSI SITUS GUNUNG PADANG
Dalam beberapa publikasi yang terutama beredar di internet, terdapat beberapa kontroversi yang signifikan atas situs ini, terutama tentang : (1) bahan bangunan pembuat situs apakah hasil alam atau manusia, dan (2) umur situs ini apakah prasejarah (sekitar 1500 SM) atau sejarah (abad ke‐15 saat Kerajaan Sunda‐Pajajaran).
·         Kontroversi pertama bisa diyakini bahwa bahan bangunan pembuat situs ini adalah hasil alam. Para interpreter meyakini bahwa batu‐batu pembuat situs berasal dari pembekuan magma andesit basaltik dan lava basaltik yang mendingin di permukaan membentuk struktur kekar‐kekar (retakan batuan) tiang (columnar jointing). Peta geologi Lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972, 2003) atau peta geologi Lembar Sindangbarang mengkonfirmasi hal ini.
Gunung Padang secara geologi merupakan salah satu perbukitan kompleks aliran lava andesitik dan lava basaltik yang membentuk punggungan‐punggungan tak beraturan dan puncak‐puncak yang kadang‐kadang curam. Batuan lava ini berumur Pliosen (5‐2 juta tahun yang lalu). Ketika magma dari bawah permukaan Bumi sebagai produk letusan gunungapi purba ini mencapai permukaan dan dikenal dengan nama lava, terjadi pendinginan serentak. Salah satu bentuk pendinginan serentak ini adalah pembentukan tiang‐tiang batuan lava andesit dan basal saat pendinginan terjadi dalam skala kecil dan terinci di seluruh badan lava. Arah tiang‐tiang ini akan tegak lurus terhadap arah aliran lava. Diperkirakan bahwa Gunung Padang pada 5‐2 juta tahun yang lalu (beberapa publikasi menyatakannya 2,1 juta tahun) merupakan sebuah punggungan atau bukit lava yang dibangun oleh lava andesit basaltik dan lava basal yang telah mengalami pendinginan membentuk tiang‐tiang batuan. Struktur tiang ini akan mengalami retak‐retak membentuk tiang‐tiang batu dengan panjang dan diameter tiang batu bervariasi dan setiap tiang dapat menunjukkan sisi‐sisi yang bervariasi dari 3‐12 sisi, tetapi yang terbanyak adalah 4‐6 sisi sebagai akibat proses pendinginan skala kecil. Tiang batu andesit dan basal di Gunung Padang dominan bersisi empat (tetragon) atau lima (pentagon).
Diperkirakan bahwa saat dibangun, para manusia pembangun situs ini telah menemukan bukit lava dengan banyak tiang‐tiang batu andesit dan basal yang sebagian tersingkap dan runtuhannya memenuhi dasar bukit dan sekitarnya, atau sebagian digali dari dalam bukit dalam proses membuatnya menjadi bentuk berundak‐undak. Puncak bukit dipapas, papasannya dijadikan pengisi bagian lerengnya agar tidak terlalu curam (seperti proses cut & fill dalam teknik sipil).
Dapat diyakini bahwa batu‐batu penyusun situs megalitik ini bukan hasil pemahatan yang dilakukan manusia para pembangun situs ini.
·         Kontroversi kedua adalah masalah umur pembangunan situs Gunung Padang. Masalah ini kiranya lebih sulit dipecahkan daripada masalah pertama. Para ahli arkeologi berdasarkan bentuk situs megalitikum ini dan kesebandingan regional menganggap umur situs ini adalah sekitar 1500 SM, dibangun oleh manusia‐manusia pendahulu penduduk Sunda di Jawa Barat. Tradisi‐tradisi megalitikum di seluruh dunia, terutama yang banyak ditemukan di Inggris berupa stone circles yaitu bangunan‐bangunan megalitikum yang ditujukan untuk menyembah Dewa Matahari, didirikan pada 4000‐1000 SM. Pendapat lain adalah ditemukannya ukiran berupa senjata tradisional Sunda berupa kujang dan tapak harimau pada dua buah batu di situs Gunung Padang membuat orang berpikir bahwa Prabu Siliwangi, raja Sunda pada abad ke‐15 merupakan pembangun situs ini.
Laporan perjalanan seorang pelancong Sunda, Bujangga Manik, seorang pangeran dari Kerajaan Sunda pada abad ke‐15, laporannya ditulis dalam bentuk sajak, ditulis di daun palem, dan kini tersimpan di Museum Bodleian, Oxford, Inggris kiranya bisa menjadi acuan solusi kontroversi umur situs Gunung Padang. Diperkirakan laporan tersebut selesai ditulis pada tahun 1511. Dalam beberapa penggalan sajaknya, di antaranya sang bujangga menulis sebagai berikut :
Eta huluna Ci Sokan nimu lemah kabuyutan/ na lemah nalingga manik/ teherna dek sri maliput/ sermangun nalingga payung/ nyanghareup ka Bahu Mitra/ ku ngaing geus dibabakan/ dibalay diundak‐undak/ dibalay sakulilingna/ ti handap ku mungkal datar/ sermangun ku mungkal bener/ ti luhur ku batu putih / diawuran manik asra/ carenang heuleutheuleutna/wangun tujuh guna aing / padanan deung pakayuan…”.
Bahasa Sunda kuno di atas mirip penggambarannya dengan kondisi punden berundak situs Gunung Padang yang juga kebetulan terletak tidak jauh dari hulu Sungai Cisokan. Sebagai sesama bangsawan dari Kerajaan Sunda tidaklah mungkin kalau Bujangga Manik tidak mengenal pembangun situs ini kalau memang Prabu Siliwangi.
Situs Gunung Padang diperkirakan memang situs prasejarah yang juga pernah dikunjungi oleh beberapa bangsawan Kerajaan Sunda pada abad ke‐15 dan menorehkan lambangnya pada batu‐batu yang ada di situs itu berupa senjata kujang dan tapak harimau Siliwangi.
Kebudayaan megalitik di Indonesia dominan berkembang pada masa ‘Kebudayaan Dongson’ pada zaman Logam (500 SM) (Sukmono, 1973, 1990). Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya banyak perhiasan dan peralatan dari perunggu pada artefak‐artefak megalitik seperti kubur batu. Kesulitan penentuan umur situs Gunung Padang adalah karena tidak/belum ditemukannya artefak‐artefak berupa manik‐manik atau peralatan terbuat dari perunggu. Penulis melakukan pengamatan apakah ada peralatan dari logam digunakan untuk membuat situs ini. Pada bilah‐bilah batu yang dijadikan alat musik, kelihatannya ada jejak penggunaan logam dalam pembuatan guratan dan lumpang pada bilah batu. Bila ini benar, maka umur situs ini bisa juga sekitar 500 SM. Atau bahwa situs ini dibangun secara berkala dalam rentang umur yang panjang bisa saja terjadi, misalnya dari tahun 1500‐500 SM.


credits by Yeppo


Tidak ada komentar: