hahaha asli hanya iseng saja kawand ,,selamat membaca para penggemar cerpen...
“Hemm Farra!...” kata-kata itu keluar dari mulut Heri yang
tiba-tiba menghampiri bangku kelasku.
“Yah ada apa?...”
“Pulang sekolah aku tunggu di taman belakang!..”
“Taman? Sekarang? Mau ap…”
Tetapi sebelum kuselesaikan ucapanku, dia meninggalkan bangku
kelasku menuju bangkunya. Dan yang pasti dengan gaya cool-nya. Seribu Tanya
tersimpan dalam pikiranku.
***
“Sebenarnya kamu mau apa sih??” ucapanku mengawali
pembicaraan diantara kami.
“Aku butuh bantuan kamu” matanya yang tajam menatapku dengan
serius sehingga kami saling bertatapan. Ada rasa kagum yang ingin kuucapkan
padanya, kuakui dia itu tampan. Tapi segera kualihkan pandangan.
“Maksud kamu?”
“Aku harus jadi Ketua (dibaca KM) di kelas kita!”
“Apa? Jadi kamu nyuruh aku buat ngundurin diri sebagai KM?
kamu sama sekali ga ngehargain aku Her…” serentak kulontarkan kata-kata itu
dari mulutku, aku pun segera ingin pergi meninggalkannya meski hatiku sedikit
menolak.”
“Tapi Far, plis bantu aku…” tangannya menarik tanganku hingga
tubuhku hampir merapat dengannya. Hanya sekitar sepuluh centimeter jarak antara
kedua wajah kami.
“Kamu…!! Plaakkk!!!” satu tamparan bersarang dipipi kanannya.
Itulah hukuman yang berani macam-macam dengan diriku, FARRA! Kudorong tubuhnya
dengan sekeras-kerasnya hingga akhirnya aku berhasil lari jauh dari jangkauan
Heri, dan kurasa Heri telah meratapi kesalahannya sendiri, termenung dalam
suasana semilir angin sore hari itu.
Malam harinya, dia menelpon dan
meminta maaf atas semua kejadian tadi sore. Alasan dia memintaku untuk mundur
menjadi KM karena dia sedang mengincar seorang perempuan yang sangat
dicintainya namun agar dirinya diterima menjadi pacar dia harus memiliki status
sebagai KM dikelasnya.
“Emang cewek itu siapa?” bantahku disela-sela pembicaraan
kami.
“Aku ga bisa ngasih tau kamu, tapi aku mohon Far, aku mohon…”
Kata-kata itu, bujukan itu dan suaranya rasanya membuat
hatiku luluh, menerbangkan amarahku untuk pergi jauh dan jauh.
“Aku mau ngundurin diri buat kamu…”
“Makasih Far, makasih. Aku janji aku akan jaga amanat ini”
Pembicaraan terputus.
***
Keesokan
harinya, aku meresmikan Heri sebagai KM baru di kelas XII Science 1. Dengan
berat hati kuperkenalkan dia dengan rekan-rekanku di kelas lain dan pada
guru-guru di sekolah. Aku tahu ini bukanlah keputusan yang benar tapi kenapa
aku merasa tak tega terhadap dirinya meski dia pernah membuatku marah…
Hari-hari
banyak kuhabiskan waktu dengan dirinya karena ada beberapa hal yang harus
kusampaikan jika menjadi seorang KM. Walaupun aku tidak lagi menjabat sebagai
KM tapi tak jarang aku selalu membantu jika dia mengalami kesulitan. Susah
senang kami lalui bersama. Aku merasa senang selalu bersamanya, aku merasa
lengkaplah sudah hidupku dengan bersamanya. Dalam hati aku merasa ada
getaran-getaran, ungkapan, entah itu apa namun semakin malu untuk aku katakana
padanya. Aku …..
Malam hari di kamar Farra…
Diary…
Tahukah dirimu?
Aku merasa ada sesuatu yang membuatku bahagia, melepaskan semua penat dalam hati, membawa kasih bagi diri dan menjadi selimut dalam kalbu…
Heri….
Aku tak bisa menyembunyikan perasaan ini, perasaan yang muncul sejak aku mengenal dirimu… perasaan cinta… ya memang cinta…
Tapi aku takut…
Semakin aku tumbuhkan perasaan itu semakin pula kau harus pergi dariku…
Karena perempuan itu…
Tuhan bantu aku…
Tahukah dirimu?
Aku merasa ada sesuatu yang membuatku bahagia, melepaskan semua penat dalam hati, membawa kasih bagi diri dan menjadi selimut dalam kalbu…
Heri….
Aku tak bisa menyembunyikan perasaan ini, perasaan yang muncul sejak aku mengenal dirimu… perasaan cinta… ya memang cinta…
Tapi aku takut…
Semakin aku tumbuhkan perasaan itu semakin pula kau harus pergi dariku…
Karena perempuan itu…
Tuhan bantu aku…
***
Siang
yang redup tanpa ada rasa panas menyelimuti dalam tubuh. Hari ini memang tak
begitu panas maka seperti biasa sepulang sekolah aku mengajak Heri untuk pulang
bersama. Tapi tak sengaja saat aku mencari dirinya, aku menemukan dia sedang
berbincang serius dengan seseorang melalui ponselnya. Taman belakang, disitu
tempatnya.
“Apa Put! Kamu bercanda kan, aku udah ngelakuin semua
keinginan kamu…”
“Tapi Put aku sayang sama kamu”
“Put! Putri!...”
Pembicaraan selesai.
DEG !!... Putri, siapa Putri. Apakah dia???
Saat
itu aku pura-pura tidak mengetahui apapun yang terjadi. Saat kami pulang
bersama, dia berusaha menutupi kesedihannya. Aku tahu hatimu sakit, sesakit
hatiku saat kamu harus menjadi milik Putri.
Berhari-hari
semenjak terjadi peristiwa yang dialami Heri, dia tak kunjung sekolah. Aku
khawatir dengan keadaannya karena tak ada keterangan dari keluarga Heri. Apa
mungkin dia sakit tapi kenapa. Kuhubungi nomor ponselnya tapi tak kunjung
aktif. Walaupun baru dua hari dia tak masuk rasanya seperti satu abad berpisah
dengannya. Hingga kuputuskan sepulang sekolah aku akan ke rumahnya.
Siang
ini agak mendung tapi ini tidak menjadi penghalang bagiku untuk menemui Heri.
Ketika sampai dirumahnya, aku malah tidak menemukan Heri karena dia sedang
keluar.
“Maaf Non, mas Heri sejak tadi pergi keluar” ucap si
Mbok, pembantu rumah Heri
“Memangnya kemana Mbok, terus sama siapa?” tanyaku
dengan wajah heran
“Tadi sih katanya mau ke taman kota terus naik motor
sama Nak Putri”
Apa Putri?. Jadi dia tidak sekolah hanya demi Putri.
Aku pun menanyakan seluk beluk keluarga Heri pada si Mbok. Ternyata sejak dua
bulan terakhir Heri hanya tinggal berdua dengan pembantunya karena orang tuanya
sedang bekerja di luar kota. Dan seorang Putri, dia adalah teman dekat Heri
sejak sekolah di Bogor. Hubungan Putri dengan keluarga Heri sangat dekat. Apa
mungkin karena itu, Heri rela melakukan apa saja demi Putri. Segera ku pamit dan
pergi menuju taman kota. Kupacu dengan cepat Vario biruku menuju tempat yang sangat indah itu. Dan ternyata aku
memang melihat Heri bersama seorang perempuan. Postur tubuh perempuan itu
tinggi hamper sejajar dengan Heri dan lebih tinggi dibanding aku, rambutnya
panjang terurai dan dia sangat cantik. Kuperhatikan mereka sedang duduk berdua
dikursi taman. Aku seperti seorang penjahat karena sku bersembunyi dibalik
pohon besar hanya untuk memperhatikan obrolan mereka. Sayup-sayup terdengar
suara Putri yang tampaknya sedang berdebat dengan Heri.
“Maafin aku Her, aku ga bisa berhubungan dengan jarak
jauh..” terdengar suara lembut Putri bergema ditelingaku
“Tapi Put, aku pengen kita baikan lagi, tinggal satu
semester kita akan lulus dan kita bisa kuliah sama-sama”
“Ga bisa Her, aku ga bisa nerima kamu. Maafin aku
karena aku udah nyuruh-nyuruh kamu buat ngelakuin hal apapun demi aku, aku cuma
pengen kamu sukses… tapi sekarang aku…..” Putri nampaknya tak ingin meneruskan
kata-katanya lagi karena ada tetesan air yang mengalir dipipinya. Heri tampak
sedih.
“Bilang sama aku Put, kenapa.. kenapa kamu tega sama
aku?” kedua tangan Heri memegang erat pundak Putri dengan tatapan serius
diselubungi berbagai pertanyaan
“Aku… aku udah sama orang lain dan nanti aku akan
kuliah di Jogja. Maafin aku, aku sayang sama kamu tapi aku ga mau ngecewain
ortu aku. Mulai sekarang kita ga akan ketemu lagi. Selamat tinggal…..”
Putri meninggalkan Heri dengan tatapan manis namun
sangat menyakitkan. Heri pun segera mengejar Putri namun kuhalangi dia.
“Tunggu Her!!” aku segera keluar dari balik pohon
“Farra? Kamu ada disini? Langkah Heri terhenti dan
kini tatapannya tertuju ke arahku
“Aku dengar semua pembicaraan kalian. Udahlah Her kamu
ga usah ngarep cinta dia lagi”
“Maksud kamu apa Far, kamu ga tahu gimana rasanya
ditinggalin orang yang udah kita sayangi. Aku ga rela dia ninggalin aku cuma
karena cowok lain!” wajahnya memerah
“Kamu harus lupain dia, kamu bisa dapet cewek yang
lebih baik dari dia. Cinta itu ga harus memiliki dan cinta itu ga bisa dipaksa”
inilah kata-kata bijak yang keluar dari ucapanku diiringi dengan tatapan tajam
seolah ingin menegarkan batin Heri yang kini mulai menangis.
“Aku….. aku ga mau kayak gini Far. Aku sayang sama
dia, cuma dia yang bisa ngertiin aku. Aku ingin terus dekat sama dia seperti
waktu kita di Bogor” Heri berjalan kembali ke kursi, wajahnya berusaha tegar
menahan air bening yang terbendung dimatanya.
“Tapi kamu harus terima kenyataan ini, dia udah sama
orang lain dan mungkin itu udah keputusan orang tuanya. Bukankah cinta itu
pengorbanan? Berkorbanlah demi kebahagiaan Putri saat ini” lagi-lagi aku
meyakinkan Heri untuk berusaha bangkit dari kesedihannya. Tanganku memegang
pundak Heri.
“Tapi kenapa kamu kayak gini sama aku. Ini urusan
pribadi aku, kamu ga berhak ikut campur. Pokoknya aku tetep ga rela, ngga!”
kemarahan Heri memuncak. Dia membentakku dan mengibaskan lenganku dari
pundaknya. Tubuhnya mulai bangkit dan pergi meninggalkanku dengan tanpa
hiraunya.
“Her! Heri tunggu!” aku berusaha mengejarnya meski
sedikit demi sedikit tubuhku mulai basah karena rintik-rintik hujan turun disertai
angin dingin yang merasuk dalam tubuh.
“Aku ga butuh nasihat kamu, jauhi aku Farra!” langkah
kaki Heri semakin cepat, hampir dua meter jarak antara aku dan Heri.
“Heri dengerin aku please. Aku ga mau kamu
terus-terusan sedih, aku ga mau kamu terus-terusan berharap cinta yang ga
mungkin kamu miliki, aku ga rela kamu ga sekolah hanya demi hal seperti ini,
aku ga mau kamu terluka karena Putri, aku ga rela kamu dekat sama dia!” dengan
spontan kuucapkan semua kata-kata itu dengan lantang.
Hujan terus turun membasahi bumi.
Rambutku, pakaianku, sepatuku semua basah. Aku tak kuasa mengejar langkah Heri.
Aku menyerah. Tubuhku mulai runtuh dan
aku merunduk menatap rerumputan. Aku tahu aku memang tak sanggup untuk
menenangkan dia. Aku hanyalah orang lain yang dekat dengannya melalui ikatan
persahabatan. Meski aku sangat ingin memilikinya tapi mungkin ini belum
saatnya. Mungkin dia marah sama aku. Aku sudah buat hati dia sakit. “Maafin aku
Her, maaf…” rintihku dalam hati. Tanpa terduga sebelumnya ada yang menjulurkan
telapak tangan ke arahku. Perlahan aku mulai menatap keatas siapakah orang yang
mau membantuku. Dan . . . . .
“Heri…..” lirihku sambil terus memandangi dirinya
“Bangunlah…..”
Akhirnya
aku pun menerima uluran tangannya. Kami segera mencari tempat aman untuk
berteduh. Di sebuah warung sederhana, disitu tempatnya. Heri memesan dua teh
hangat, sementara itu tubuhku mulai menggigil.
“Minumlah teh hangat ini Far dan pakailah Jaket ini”
dia memberi Jaket yang dikenakannya padaku
“Kamu ga apa-apa?” tanyaku meyakinkan bahwa Heri tak
lagi marah padaku
“Sudahlah pakai saja….”
“Hmm….”
Siang
berganti sore, sore berganti malam. Beberapa jam kami menunggu hujan reda. Tak
ada sepatah kata pun yang terucap dari mulut kami. Heri tampak asik memandangi
anak-anak kecil yang bermain bola sambil
hujan-hujanan di tengah lapang taman. Sedangkan aku sendiri hanya terdiam
memegangi secangkir teh yang mulai dingin, sedingin sikap kami satu sama lain.
Hujan mulai reda, jam menunjukkan pukul 18:30 WIB. Aku dan Heri menuju parkiran
untuk segera pulang. Tak ada ucapan yang keluar dari mulut Heri. Hanya senyuman
yang ia torehkan. Aku pun membalas senyuman itu.
Sesampainya
dirumah segera kubersihkan tubuhku dan segera kutunaikan shalat. Malam ini aku
masih memikirkan kejadian tadi saat bersama Heri. Aku mulai memikirkan
kata-kata terakhir yang sempat kuucapkan padanya. Aku tak sengaja
mengucapkannya tapi apa makna ucapan itu sebenarnya??
***
Esok
harinya aku berangkat sekolah seperti biasa. Tubuhku mulai membaik karena aku
cukup istirahat. Saat dikelas aku tak berani menyapa Heri meski seperti
biasanya kami malah akrab. Entah apa yang terjadi dalam diriku, aku merasa
canggung terhadapnya.
Saat
istirahat aku pergi ke perpustakaan padahal biasanya aku dan Heri asik
makan-makan di kantin. Hufh,,,, aku ingin bicara padanya tapi aku…….. tiba-tiba
Brukkkk!!! Ada yang menubrukku dari arah belakang saat aku memilih-milih buku
di lemari Perpus. Dia Heri. Aku segera pergi tapi dia mencegahku.
“Farra!”
Terpaksa aku berhenti dan menoleh ke arahnya. Dia
menghampiriku dengan senyum manisnya.
“Kamu udah baikan?” tanyanya ramah
“Hhh,,, udah. Hemm makasih ya Jaketnya”
“Sama-sama, maafin aku karena kemarin aku udah bentak
kamu” wajahnya merunduk meratapi kesalahannya
“iya ga apa-apa, aku ngerti koq”
“Hemm aku mau ngomong sesuatu sama kamu tapi kamu
jangan kaget”
“Memangnya apa?” tanyaku semakin penasaran. Jantungku
mulai berdegup kencang, tanganku mulai bergetar memegangi buku. “Apa yang akan
dia katakan?” pikirku dalam hati
“Aku sadar selama ini mungkin Putri bukanlah seseorang
yang harus aku miliki. Aku memang sayang sama dia tapi aku memang harus rela
ditinggal sama dia demi kebahagiaannya dan. . . .” sebelum dia melanjutkan
kata-katanya, beberapa siswa yang ada di Perpus mulai merasa tidak nyaman
dengan obrolan kami dan akhirnya Ibu Perpus memperingati kami.
“Hei kalian jangan mengobrol di Perpustakaan!” wajah
Ibu Perpus tampak geram
“Baik Ibu…” jawab kami bersamaan
Tapi Heri kembali berbicara namun setengah berbisik
“Aku… aku sayang sama kamu, kamu mau jadi pacar aku?
Please aku butuh jawaban kamu sekarang” wajahnya, ucapannya, matanya semua
tampak serius ke arahku
Aku kaget, jantungku semakin berdegup, aku merasa
waktu di dunia ini berhenti sekejap dan Byarrrr!!!!
“Please…..”
Aku pun menjawab…
“Sebenarnya sejak lama aku kenal sama kamu, aku udah
nunggu kata-kata itu keluar dari mulut kamu. Aku juga sayang sama kamu dan
aku…..” aku mulai mendekatinya dan berbisik ditelinganya
“Aku jatuh cinta sama kamu…..”
Senyum Heri melebar. Kami keluar dari perpustakaan
dengan berpegangan tangan. Saat melewati koridor-koridor ruangan kelas, semua
siswa bertepuk tangan kepada kami. Kita sih enjoy aja soalnya mereka menganggap
kita itu adalah bestfriend tapi nyatanya?????
Akhirnya Kau
jatuh cinta padaku Heri!!......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar