Minggu, 29 April 2012

Cerpen - Ada Cinta di IPA 2


Cinta…
Kau adalah segalanya
Rangkaian katamu sulit kuungkapkan
Kau penyemangat diri
Kau penyejuk hati
Kau memberi senyum abadi
Takan sirna selamanya
Tumbuh dalam hati manusia
            Siang yang panas. Terik matahari mulai merangkak merayap menjalar di ruangan kelasku. Keringat bercucuran mengalir membasahi kulit tubuhku. Tepat pukul 12:00 WIB saatnya pelajaran Kewarganegaraan berlangsung. Ubun-ubun di kepalaku sudah mulai mendidih dan akan memuntahkan lahar panas yang mengerikan. Tapi segera kuredam dengan untaian syair indah yang dilantunkan oleh Acha dan Irwansyah yang berjudul “Cinta” dalam MP3 kesayanganku.
“Nazfa! Nazfa! Nazfa Aura Zahra!” tiba-tiba Ibu Risma memecah kemerduan suara dalam laguku.
“Fa! Fa! Kamu diabsen tuh!” ucap teman sebangkuku Tian mengagetkanku
“Eeh iiya bu saya hadir…” kataku sambil mengacungkan tangan kanan diatas kepalaku
Rupanya guruku yang satu ini merasa tidak diperhatikan dan sepertinya akan marah. Terlihat dengan langkah kakinya yang menuju ke arahku dan dengan raut muka yang geram seraya ingin menceramahiku dua jam non-stop. Memang terlambat mengacungkan tangan saat diabsen adalah salah satu pelanggaran yang tidak disukai oleh guru di sekolahku.
“Nazfa! Kenapa kamu terlambat mengacungkan tangan?” Tanya Ibu Risma tampak geram padaku
“Ii..itu bu saya ngelamun bu..” jawabku tergesa-gesa
“Lalu apa ini?” lanjut Ibu Risma sambil mencabut kabel headshet yang terpasang ditelingaku...

WOW,,,
nazfa ketahuan lagi ngelamun,, duuuhhh gimana nih nasib nazfa selanjutnya...

Don't go anywhere ...














akhirnya lanjut lagi ceritanya, haseyo . . .


Rupanya beliau tahu bahwa aku tidak memperhatikannya sejak tadi. Aku lupa tidak menyembunyikan kabel headshetku karena tadi tergesa-gesa untuk mengacungkan tangan.
“Itu… itu…” aku tak bisa meneruskan ucapanku, aku tahu pasti Ibu Risma marah padaku
“Berkali-kali Ibu katakan jangan melakukan aktivitas apapun saat jam pelajaran Ibu selesai. Ibu sudah memperingatkan kamu dua kali dan sekarang kamu keluar dan berdiri didepan tiang bendera sampai jam ibu selesai!” Ibu Risma sudah tak memaafkan aku lagi. Oh tidak!
Terpaksa aku keluar menuju lapangan sekolah. Tempat itu berada didepan kelasku. Pikiranku sudah tak karuan. Dua jam berada di lapangan bisa membuatku meleleh ditelan panasnya terik matahari. Sial! Tak dikira hanya ingin mendengarkan syair lagu pujaan harus dibalas dengan hukuman seperti ini. Menyebalkan!...
Satu jam pun berlalu. Rasanya seperti menunggu satu tahun. Tinggal satu jam lagi, tetapi aku sudah tidak kuat. Ubun-ubunku semakin mendidih dan mataku mulai berkunang-kunang. Kepalaku pusing dan dehidrasi melanda saluran tenggorokanku. Dan……
Saat tersadar aku sudah berada diatas ranjang UKS. Entah apa yang terjadi padaku. Rasa pusing masih melanda kepalaku. Perlahan kubuka bola mataku, dan yang kulihat disekelilingku hanya ada Tian temanku dan sosok pemuda tampan.
“Tian aku kenapa?” tanyaku dengan suara lirih dan agak sedikit serak
“Kamu tadi pingsan, untung aja ada yang ngeliat kamu dan kangsung bawa kamu kesini” jawabnya sambil melirik pemuda yang ada disebelahku.
“Makasih ya, kalo ga ada kamu pasti aku…..”
Sebelum kuteruskan perkataanku, dia sudah menjawab terlebih dahulu.
“Iya sama-sama, kenalin namaku Harfan anak XII IPA2. Tadi aku ga sengaja ngeliat kamu pingsan di lapangan jadi aku langsung bawa kamu kesini” ucapnya sambil menebar senyum simpul.
“Uhuk…uhuk,, Tian aku haus”
“Oya aku lupa,, aku beli dulu yah..” ucap Tian menuju keluar ruangan
“Eh ga usah, aku bawa minum,, ini buat kamu aja” Harfan menawarkan minuman dari tasnya kepadaku
“Tapi….”
“Tenang, tempat minum itu baru aku pakai dan belum sempat aku minum, jadi aman” jawabnya
“Makasih” sekali lagi aku ucapkan rasa terima kasihku padanya
Setelah itu dia pergi karena ada keperluan lain, tapi saat ditepi pintu UKS sontak dia berkata : “Oya by the way nama kamu siapa??”
“Nazfa” jawabku singkat
Dan akhirnya pemuda tampan yang berkriteria sederhana, jujur, baik hati dan berwibawa pergi seketika. Ini adalah pengalalamanku yang sangat menarik. Baru kali ini ada pemuda yang perhatian padaku. Masih kupegangi tempat minum Harfan yang begitu unik. Tempat ini menyerupai termos kecil, terbuat dari aluminium berwarna putih abu-abu metalik dan ada rangkaian huruf bertuliskan Harfan Muhammad Akbar dengan warna hiasan yang berbeda-beda disetiap hurufnya. Sangat eksotis.
Setibanya dirumah, aku hanya melamun memandangi ukiran bintang-bintang yang menghiasi langit gelap. Diiringi dengan alunan syair yang dibawakan oleh Bunga Citra Lestari berjudul “Aku tak mau Sendiri”, ku simak kerlipan-kerlipan bintang yang bersinar malam itu. Ku bayangkan peristiwa yang terjadi tadi siang, seorang pemuda tampan telah member pertolongan padaku. Hatiku luluh bila aku memandang tatapan matanya, tanganku bergetar saat ku terima termos kecil itu darinya. Jantungku berdetak kencang saat kulihat dirinya tersenyum padaku. Ya Allah apa ini malaikat yang Kau kirimkan padaku..???
***
Keesokan harinya aku berangkat kesiangan. Saat perjalanan pikiranku sudah tak karuan. Semalam aku tidur terlalu larut. Sampai tiba di sekolah pun hatiku tak nyaman, feel ku tak enak. Dan ketika tiba di kelas…..
Tok tok tok !!!
“Assalamualaikum…” oh tidak ternyata hari ini hari Kamis, saatnya pelajaran MTK berlangsung
“Waalaikum salam, Nazfa kenapa baru datang? Kamu terlambat 5 menit 13 detik” ucap Pak Ramzi
“Aduh Pak masa terlambat sedikit juga dihitung sih…” jawabku sambil menyalami beliau
“Tidak ada alasan, sekarang kamu minta surat izin masuk dan bawa buku PR MTK anak-anak di meja Bapak ! ayo cepat !”
“Huuuuuuuhhhhhh” sorak sorai anak-anak padaku
Aku segera meminta surat izin ke Piket dan segera kuambil buku di meja Pak Ramzi
“Aduh berat banget. Kayaknya hari ini aku sial terus deh..” ucapku menggumam dalam hati.
Aku tak peduli dengan pemandangan didepanku. Yang penting aku segera sampai ke kelas. Tetapi tanpa tersadar ada yang menubrukku dari arah belakang,, dan BRUUUKKK !!!
“Ih kamu tuh gimana sih, main nabrak orang aja, ga tau lagi repot apa !” tiba-tiba emosiku meledak-ledak dan nada suaraku tinggi bagaikan halilintar. Aku langsung membereskan buku-buku yang berserakan tanpa menatap wajah seseorang yang menabrakku.
“Maaf maaf aku ga sengaja” ucap seseorang itu sambil membantu membereskan buku
Dan saat ku tatap wajah seseorang itu, ternyata dia bukanlah seseorang yang asing bagiku.
“Kamu ?” ucapku terheran-heran
“Nazfa ?”
Aku hanya tersenyum meringis melihat seseorang yang ada dihadapanku itu adalah Kak Harfan. Aku merasa malu karena telah membentaknya.
“Maaf Kak kirain Nazfa siapa…” kata-kataku lembut memecah kehenungan diantara kami
“Iya ga apa-apa lagian aku yang salah koq. Oya kamu mau aku bantu?” Harfan memaklumiku sambil menebar senyum manisnya. Kemudian dia membawa buku-buku itu diatas kedua tangannya dan terus berjalan menuju kelasku, XI IPA1
“Ga usah Kak, makasih. Nazfa aja yang bawa”
“Emangnya kenapa?” tanyanya. Keningnya berkerut
“Ga ada apa-apa koq, lagian juga Kakak juga terlambat kan? Udah sana ntar dimarahin gurunya lagi” ucapku lirih
“Hehe jadi malu. Ya udah Kakak anter sampe sini aja. Duluan yah….”
“Ok !”
***
Semenjak pertemuanku dengannya, saat pertama kali dia menolongku aku mulai berteman dengannya. Setiap jam istirahat kami selalu bertemu di Perpustakaan Sekolah. Aku mulai mengenal kepribadian Kakak kelas satuku ini. Meskipun dari luar dia terlihat berwibawa, menarik, dan yang pasti tampan, tapi dari dalam aku melihat perbedaan hampir 180 derajat. Sifatnya terkadang masih kekanak-kanakan dan dia pun masih canggung mengobrol dengan teman lawan jenis. Tetapi dibalik semua itu, aku merasa nyaman berteman dengannya karena hatinya sangat bersih jujur dan penuh perhatian. Dia pun baik hati dan penyabar. Pernah suatu ketika aku mendapat kesulitan dalam belajar MTK dan aku pun akhirnya mengadu padanya, dia mengajariku sedikit demi sedikit rumus-rumus yang rumit itu. Aku sempat menyerah karena sangat sulit untuk mencerna rumus-rumus di otakku, aku lebih suka pelajaran Biologi, tetapi dia terus menyemangatiku dan dengan sabar dia terus mengajariku. Alhasil aku pun berhasil mempelajari rumus-rumus itu dengan mudah. Itu semua karena ketulusan hatinya.

tunggu kelanjutannya ya,
Harfan begitu mengagumkan , sebenarnya nanti mimin share peran utama ketiga nih, tapi lagi males ngelanjutinnya.. sabar ya riders !

so, comment nya ya ^^

Puisi - Kegundahan Hati


Sepi sendiri, tanpa ada sosok sahabat sejati……
Ku termenung sendiri menapaki jalan yang penuh dengan bebatuan nan terjal dan tajam……
Huhh,,, kemanakah sahabat yang selama ini ada??
Mungkinkah dia lupa akan aku??
Aku yang selama ini ada untuk mereka…….!!!

Ironis rasanya,,
Saat aku bersama mereka aku tak pernah berfikir
Suatu saat nanti kita akan berpisah !!
Sekarang aku menyesal……
Aku sedih……


Kesunyian semakin mendekat…….
Merusak sistem kerja otak…….

Ahh entahlah…..
Maybe it just my feel???
I know they will never forget me…!!!!
Because ONE !!!
We are “BESTFRIENDs” forever… !!!

Rabu, 25 April 2012

Cerpen - Ketika Hati Mulai Berbicara



hahaha asli hanya iseng saja kawand ,,selamat membaca para penggemar cerpen...



Celotehanku pun terlontar ketika detik-detik berakhirnya pelajaran Bahasa Indonesia. “Waw presentasi makalah kelompok Heri keren banget yah..!!!” kata-kataku keluar diiringi tepuk tangan semua murid kelas XII Science lainnya.
Hari ini adalah hari ketiga masuknya seorang murid baru pindahan dari Bogor. Dialah Heri. Penampilannya yang cerdas ketika presentasi kelompok Studi kasus Bahasa Indonesia membuatnya mampu beradaptasi dengan kelas barunya, SMAN 10 Bandung. Semua murid bisa dekat dan lebih mengenal dirinya termasuk diriku, seorang murid perempuan yang memiliki jabatan sebagai Ketua murid.
“Hemm Farra!...” kata-kata itu keluar dari mulut Heri yang tiba-tiba menghampiri bangku kelasku.
“Yah ada apa?...”
“Pulang sekolah aku tunggu di taman belakang!..”
“Taman? Sekarang? Mau ap…”
Tetapi sebelum kuselesaikan ucapanku, dia meninggalkan bangku kelasku menuju bangkunya. Dan yang pasti dengan gaya cool-nya. Seribu Tanya tersimpan dalam pikiranku.
***
“Sebenarnya kamu mau apa sih??” ucapanku mengawali pembicaraan diantara kami.
“Aku butuh bantuan kamu” matanya yang tajam menatapku dengan serius sehingga kami saling bertatapan. Ada rasa kagum yang ingin kuucapkan padanya, kuakui dia itu tampan. Tapi segera kualihkan pandangan.
“Maksud kamu?”
“Aku harus jadi Ketua (dibaca KM) di kelas kita!”
“Apa? Jadi kamu nyuruh aku buat ngundurin diri sebagai KM? kamu sama sekali ga ngehargain aku Her…” serentak kulontarkan kata-kata itu dari mulutku, aku pun segera ingin pergi meninggalkannya meski hatiku sedikit menolak.”
“Tapi Far, plis bantu aku…” tangannya menarik tanganku hingga tubuhku hampir merapat dengannya. Hanya sekitar sepuluh centimeter jarak antara kedua wajah kami.
“Kamu…!! Plaakkk!!!” satu tamparan bersarang dipipi kanannya. Itulah hukuman yang berani macam-macam dengan diriku, FARRA! Kudorong tubuhnya dengan sekeras-kerasnya hingga akhirnya aku berhasil lari jauh dari jangkauan Heri, dan kurasa Heri telah meratapi kesalahannya sendiri, termenung dalam suasana semilir angin sore hari itu.
Malam harinya, dia menelpon dan meminta maaf atas semua kejadian tadi sore. Alasan dia memintaku untuk mundur menjadi KM karena dia sedang mengincar seorang perempuan yang sangat dicintainya namun agar dirinya diterima menjadi pacar dia harus memiliki status sebagai KM dikelasnya.
“Emang cewek itu siapa?” bantahku disela-sela pembicaraan kami.
“Aku ga bisa ngasih tau kamu, tapi aku mohon Far, aku mohon…”
Kata-kata itu, bujukan itu dan suaranya rasanya membuat hatiku luluh, menerbangkan amarahku untuk pergi jauh dan jauh.
“Aku mau ngundurin diri buat kamu…”
“Makasih Far, makasih. Aku janji aku akan jaga amanat ini”
Pembicaraan terputus.
***
            Keesokan harinya, aku meresmikan Heri sebagai KM baru di kelas XII Science 1. Dengan berat hati kuperkenalkan dia dengan rekan-rekanku di kelas lain dan pada guru-guru di sekolah. Aku tahu ini bukanlah keputusan yang benar tapi kenapa aku merasa tak tega terhadap dirinya meski dia pernah membuatku marah…
            Hari-hari banyak kuhabiskan waktu dengan dirinya karena ada beberapa hal yang harus kusampaikan jika menjadi seorang KM. Walaupun aku tidak lagi menjabat sebagai KM tapi tak jarang aku selalu membantu jika dia mengalami kesulitan. Susah senang kami lalui bersama. Aku merasa senang selalu bersamanya, aku merasa lengkaplah sudah hidupku dengan bersamanya. Dalam hati aku merasa ada getaran-getaran, ungkapan, entah itu apa namun semakin malu untuk aku katakana padanya. Aku …..
Malam hari di kamar Farra…
Diary…
Tahukah dirimu?
Aku merasa ada sesuatu yang membuatku bahagia, melepaskan semua penat dalam hati, membawa kasih bagi diri dan menjadi selimut dalam kalbu…
Heri….
Aku tak bisa menyembunyikan perasaan ini, perasaan yang muncul sejak aku mengenal dirimu… perasaan cinta… ya memang cinta…
Tapi aku takut…
Semakin aku tumbuhkan perasaan itu semakin pula kau harus pergi dariku…
Karena perempuan itu…
Tuhan bantu aku…
***
            Siang yang redup tanpa ada rasa panas menyelimuti dalam tubuh. Hari ini memang tak begitu panas maka seperti biasa sepulang sekolah aku mengajak Heri untuk pulang bersama. Tapi tak sengaja saat aku mencari dirinya, aku menemukan dia sedang berbincang serius dengan seseorang melalui ponselnya. Taman belakang, disitu tempatnya.
“Apa Put! Kamu bercanda kan, aku udah ngelakuin semua keinginan kamu…”
“Tapi Put aku sayang sama kamu”
“Put! Putri!...”
Pembicaraan selesai.
DEG !!... Putri, siapa Putri. Apakah dia???
            Saat itu aku pura-pura tidak mengetahui apapun yang terjadi. Saat kami pulang bersama, dia berusaha menutupi kesedihannya. Aku tahu hatimu sakit, sesakit hatiku saat kamu harus menjadi milik Putri.
            Berhari-hari semenjak terjadi peristiwa yang dialami Heri, dia tak kunjung sekolah. Aku khawatir dengan keadaannya karena tak ada keterangan dari keluarga Heri. Apa mungkin dia sakit tapi kenapa. Kuhubungi nomor ponselnya tapi tak kunjung aktif. Walaupun baru dua hari dia tak masuk rasanya seperti satu abad berpisah dengannya. Hingga kuputuskan sepulang sekolah aku akan ke rumahnya.
            Siang ini agak mendung tapi ini tidak menjadi penghalang bagiku untuk menemui Heri. Ketika sampai dirumahnya, aku malah tidak menemukan Heri karena dia sedang keluar.
“Maaf Non, mas Heri sejak tadi pergi keluar” ucap si Mbok, pembantu rumah Heri
“Memangnya kemana Mbok, terus sama siapa?” tanyaku dengan wajah heran
“Tadi sih katanya mau ke taman kota terus naik motor sama Nak Putri”
Apa Putri?. Jadi dia tidak sekolah hanya demi Putri. Aku pun menanyakan seluk beluk keluarga Heri pada si Mbok. Ternyata sejak dua bulan terakhir Heri hanya tinggal berdua dengan pembantunya karena orang tuanya sedang bekerja di luar kota. Dan seorang Putri, dia adalah teman dekat Heri sejak sekolah di Bogor. Hubungan Putri dengan keluarga Heri sangat dekat. Apa mungkin karena itu, Heri rela melakukan apa saja demi Putri. Segera ku pamit dan pergi menuju taman kota. Kupacu dengan cepat Vario biruku menuju tempat yang sangat indah itu. Dan ternyata aku memang melihat Heri bersama seorang perempuan. Postur tubuh perempuan itu tinggi hamper sejajar dengan Heri dan lebih tinggi dibanding aku, rambutnya panjang terurai dan dia sangat cantik. Kuperhatikan mereka sedang duduk berdua dikursi taman. Aku seperti seorang penjahat karena sku bersembunyi dibalik pohon besar hanya untuk memperhatikan obrolan mereka. Sayup-sayup terdengar suara Putri yang tampaknya sedang berdebat dengan Heri.
“Maafin aku Her, aku ga bisa berhubungan dengan jarak jauh..” terdengar suara lembut Putri bergema ditelingaku
“Tapi Put, aku pengen kita baikan lagi, tinggal satu semester kita akan lulus dan kita bisa kuliah sama-sama”
“Ga bisa Her, aku ga bisa nerima kamu. Maafin aku karena aku udah nyuruh-nyuruh kamu buat ngelakuin hal apapun demi aku, aku cuma pengen kamu sukses… tapi sekarang aku…..” Putri nampaknya tak ingin meneruskan kata-katanya lagi karena ada tetesan air yang mengalir dipipinya. Heri tampak sedih.
“Bilang sama aku Put, kenapa.. kenapa kamu tega sama aku?” kedua tangan Heri memegang erat pundak Putri dengan tatapan serius diselubungi berbagai pertanyaan
“Aku… aku udah sama orang lain dan nanti aku akan kuliah di Jogja. Maafin aku, aku sayang sama kamu tapi aku ga mau ngecewain ortu aku. Mulai sekarang kita ga akan ketemu lagi. Selamat tinggal…..”
Putri meninggalkan Heri dengan tatapan manis namun sangat menyakitkan. Heri pun segera mengejar Putri namun kuhalangi dia.
“Tunggu Her!!” aku segera keluar dari balik pohon
“Farra? Kamu ada disini? Langkah Heri terhenti dan kini tatapannya tertuju ke arahku
“Aku dengar semua pembicaraan kalian. Udahlah Her kamu ga usah ngarep cinta dia lagi”
“Maksud kamu apa Far, kamu ga tahu gimana rasanya ditinggalin orang yang udah kita sayangi. Aku ga rela dia ninggalin aku cuma karena cowok lain!” wajahnya memerah
“Kamu harus lupain dia, kamu bisa dapet cewek yang lebih baik dari dia. Cinta itu ga harus memiliki dan cinta itu ga bisa dipaksa” inilah kata-kata bijak yang keluar dari ucapanku diiringi dengan tatapan tajam seolah ingin menegarkan batin Heri yang kini mulai menangis.
“Aku….. aku ga mau kayak gini Far. Aku sayang sama dia, cuma dia yang bisa ngertiin aku. Aku ingin terus dekat sama dia seperti waktu kita di Bogor” Heri berjalan kembali ke kursi, wajahnya berusaha tegar menahan air bening yang terbendung dimatanya.
“Tapi kamu harus terima kenyataan ini, dia udah sama orang lain dan mungkin itu udah keputusan orang tuanya. Bukankah cinta itu pengorbanan? Berkorbanlah demi kebahagiaan Putri saat ini” lagi-lagi aku meyakinkan Heri untuk berusaha bangkit dari kesedihannya. Tanganku memegang pundak Heri.
“Tapi kenapa kamu kayak gini sama aku. Ini urusan pribadi aku, kamu ga berhak ikut campur. Pokoknya aku tetep ga rela, ngga!” kemarahan Heri memuncak. Dia membentakku dan mengibaskan lenganku dari pundaknya. Tubuhnya mulai bangkit dan pergi meninggalkanku dengan tanpa hiraunya.
“Her! Heri tunggu!” aku berusaha mengejarnya meski sedikit demi sedikit tubuhku mulai basah karena rintik-rintik hujan turun disertai angin dingin yang merasuk dalam tubuh.
“Aku ga butuh nasihat kamu, jauhi aku Farra!” langkah kaki Heri semakin cepat, hampir dua meter jarak antara aku dan Heri.
“Heri dengerin aku please. Aku ga mau kamu terus-terusan sedih, aku ga mau kamu terus-terusan berharap cinta yang ga mungkin kamu miliki, aku ga rela kamu ga sekolah hanya demi hal seperti ini, aku ga mau kamu terluka karena Putri, aku ga rela kamu dekat sama dia!” dengan spontan kuucapkan semua kata-kata itu dengan lantang.
Hujan terus turun membasahi bumi. Rambutku, pakaianku, sepatuku semua basah. Aku tak kuasa mengejar langkah Heri. Aku menyerah.  Tubuhku mulai runtuh dan aku merunduk menatap rerumputan. Aku tahu aku memang tak sanggup untuk menenangkan dia. Aku hanyalah orang lain yang dekat dengannya melalui ikatan persahabatan. Meski aku sangat ingin memilikinya tapi mungkin ini belum saatnya. Mungkin dia marah sama aku. Aku sudah buat hati dia sakit. “Maafin aku Her, maaf…” rintihku dalam hati. Tanpa terduga sebelumnya ada yang menjulurkan telapak tangan ke arahku. Perlahan aku mulai menatap keatas siapakah orang yang mau membantuku. Dan . . . . .
“Heri…..” lirihku sambil terus memandangi dirinya
“Bangunlah…..”
            Akhirnya aku pun menerima uluran tangannya. Kami segera mencari tempat aman untuk berteduh. Di sebuah warung sederhana, disitu tempatnya. Heri memesan dua teh hangat, sementara itu tubuhku mulai menggigil.
“Minumlah teh hangat ini Far dan pakailah Jaket ini” dia memberi Jaket yang dikenakannya padaku
“Kamu ga apa-apa?” tanyaku meyakinkan bahwa Heri tak lagi marah padaku
“Sudahlah pakai saja….”
“Hmm….”
            Siang berganti sore, sore berganti malam. Beberapa jam kami menunggu hujan reda. Tak ada sepatah kata pun yang terucap dari mulut kami. Heri tampak asik memandangi anak-anak kecil  yang bermain bola sambil hujan-hujanan di tengah lapang taman. Sedangkan aku sendiri hanya terdiam memegangi secangkir teh yang mulai dingin, sedingin sikap kami satu sama lain. Hujan mulai reda, jam menunjukkan pukul 18:30 WIB. Aku dan Heri menuju parkiran untuk segera pulang. Tak ada ucapan yang keluar dari mulut Heri. Hanya senyuman yang ia torehkan. Aku pun membalas senyuman itu.
            Sesampainya dirumah segera kubersihkan tubuhku dan segera kutunaikan shalat. Malam ini aku masih memikirkan kejadian tadi saat bersama Heri. Aku mulai memikirkan kata-kata terakhir yang sempat kuucapkan padanya. Aku tak sengaja mengucapkannya tapi apa makna ucapan itu sebenarnya??
***
            Esok harinya aku berangkat sekolah seperti biasa. Tubuhku mulai membaik karena aku cukup istirahat. Saat dikelas aku tak berani menyapa Heri meski seperti biasanya kami malah akrab. Entah apa yang terjadi dalam diriku, aku merasa canggung terhadapnya.
            Saat istirahat aku pergi ke perpustakaan padahal biasanya aku dan Heri asik makan-makan di kantin. Hufh,,,, aku ingin bicara padanya tapi aku…….. tiba-tiba Brukkkk!!! Ada yang menubrukku dari arah belakang saat aku memilih-milih buku di lemari Perpus. Dia Heri. Aku segera pergi tapi dia mencegahku.
“Farra!”
Terpaksa aku berhenti dan menoleh ke arahnya. Dia menghampiriku dengan senyum manisnya.
“Kamu udah baikan?” tanyanya ramah
“Hhh,,, udah. Hemm makasih ya Jaketnya”
“Sama-sama, maafin aku karena kemarin aku udah bentak kamu” wajahnya merunduk meratapi kesalahannya
“iya ga apa-apa, aku ngerti koq”
“Hemm aku mau ngomong sesuatu sama kamu tapi kamu jangan kaget”
“Memangnya apa?” tanyaku semakin penasaran. Jantungku mulai berdegup kencang, tanganku mulai bergetar memegangi buku. “Apa yang akan dia katakan?” pikirku dalam hati
“Aku sadar selama ini mungkin Putri bukanlah seseorang yang harus aku miliki. Aku memang sayang sama dia tapi aku memang harus rela ditinggal sama dia demi kebahagiaannya dan. . . .” sebelum dia melanjutkan kata-katanya, beberapa siswa yang ada di Perpus mulai merasa tidak nyaman dengan obrolan kami dan akhirnya Ibu Perpus memperingati kami.
“Hei kalian jangan mengobrol di Perpustakaan!” wajah Ibu Perpus tampak geram
“Baik Ibu…” jawab kami bersamaan
Tapi Heri kembali berbicara namun setengah berbisik
“Aku… aku sayang sama kamu, kamu mau jadi pacar aku? Please aku butuh jawaban kamu sekarang” wajahnya, ucapannya, matanya semua tampak serius ke arahku
Aku kaget, jantungku semakin berdegup, aku merasa waktu di dunia ini berhenti sekejap dan Byarrrr!!!!
“Please…..”
Aku pun menjawab…
“Sebenarnya sejak lama aku kenal sama kamu, aku udah nunggu kata-kata itu keluar dari mulut kamu. Aku juga sayang sama kamu dan aku…..” aku mulai mendekatinya dan berbisik ditelinganya
“Aku jatuh cinta sama kamu…..”
Senyum Heri melebar. Kami keluar dari perpustakaan dengan berpegangan tangan. Saat melewati koridor-koridor ruangan kelas, semua siswa bertepuk tangan kepada kami. Kita sih enjoy aja soalnya mereka menganggap kita itu adalah bestfriend tapi nyatanya?????
Akhirnya Kau jatuh cinta padaku Heri!!......

Cerpen - Chrysant Di Ujung Penantian


Hanya sebatas torehan pena ku kawand..

Entah darimana aku harus memulai cerita ini. Semua perasaan yang sedang ku alami, aku ungkapkan melalui goresan tinta ini. Kupersembahkan karyaku . . . . .

XII ipa1 itulah kelasku. Selama itu pula aku memperoleh teman-teman yang berasal dari berbagai daerah. SMAN 1 Bogor adalah SMA terfavorit. Aku beruntung bisa memasuki sekolah ini. Aku adalah seseorang yang biasa-biasa tetapi disini aku belajar berbagai hal. Apapun itulah yang terbaik. Aku mengikuti ekskul keagamaan. Kini aku menjadi senior. Aku memperoleh banyak teman di ekskul ini. Salah satunya Yoki. Awalnya aku tidak mengenalnya tetapi dia sendiri yang ingin berkenalan denganku.
“haii,, ni Sifa y?” begitu bunyi sms yang dia kirimkan padaku
“yupp,, muf ni cP y?” balasku singkat
Akhirnya kami berteman tetapi Yoki selalu menunjukan sikap yang aneh, misalnya dia selalu senyum bila bertemu denganku. Akh entahlah . . . .
Aku memiliki seorang teman, dia adalah Rini. Rini adalah sahabat lamaku. Sejak kecil kami selalu bersama. Alangkah senangnya.
Suatu hari Rini mengajakku untuk ke kelas ips1. Dia hendak bertemu temannya. Dan ketika kami bertemu dengannya, aku terkesima melihat sosok temannya itu. Dia seorang laki-laki, berpostur tubuh agak tinggi dari aku, berkulit agak putih dan wajahnya sungguh menarik hati. Ya ampun aku merasakan baru kali ini aku bertemu siswa setampan dirinya. Hatiku rasanya  bergejolak ingin mengenalnya lebih dekat, tetapi akh mungkin hanya perasaanku saja. Dan dia itu adalah Fachri teman dekat Yoki.
Suatu hari aku mendapat informasi dari temanku yang dulu pernah satu kelas dengan Yoki bahwa Yoki menyimpan perasaan padaku. Benarkah? Tanyaku dalam hati.
Tetapi aku mulai menyimpan perasaan terhadap Fachri. Lalu bagaimana dengan Yoki??
Pada suatu hari . . . .
Rini         :”Fa ada Yoki tuch diluar, katanya mau minta bantuan kamu buat ngerjain soal STAN…”
Sifa         :”Oh dia didepan kelas kita, makasih ya”
Aku pun keluar karena pada waktu itu sedang istirahat
Yoki        :”Eh Fa maaf ya ganggu, nih soal STAN’y , maaf ya jadi ngerepotin,, hmm…”
Sifa         :”Oh gpp koq,, hemm sendirian kesini’y?”
Yoki        :”Ngga dianterin ama Fachri. Tuh orangnya”
Ketika aku menoleh ke arah telunjuk Yoki yang mengarah ke Fachri, jantungku berdebar lebih kencang. Aku . . . . .
Fachri tersenyum padaku ketika aku menoleh kearahnya. Aku tak tahu apa maksudnya. Aku pun jadi kembali tersenyum malu padanya. Pemandangan ini menarik perhatian Yoki untuk berkata padaku “koq kamu senyum-senyum malu sich ama Fachri, jangan-jangan kamu suka ya ama dia??”
Aku tak bisa menjawabnya, aku hanya berlari ke kelas pura-pura tak menghiraukan kejadian tadi.
Sifa         :”Aduuh Rin Yoki nebak kalo aku suka ama Fachri. Apa iya??”
Rini         :”Ya kamu ada perasaan ga ama dia?”
Sifa         :”Tau akh gelap….”
Keesokan harinya aku dan Rini ketika pulang sekolah hanya duduk didepan kelas untuk menunggu jam les computer. Ketika itu pula Fachri datang. Rini menyapa dan mengajaknya mengobrol. Entah kenapa aku ingin selalu memandang wajahnya itu. Dan hanya beberapa detik kami saling bertatapan. Fachri segera berpaling dan pergi meninggalkan kami.
Rini         :” Eh Fa tahu ga? Baru kali ini Fachri diajak ngobrol ama aku sikapnya ga dingin banget”
Sifa         :” Masa sich? Mangnya waktu kelas 1 dia gimana?”
Rini         :” Dia cool banget Fa suerrr !!!!”
Sifa         :” Eh Rin perasaan tiap kali aku ketemu ama dia, dia suka natap ga jelas ma aku…”
Rini         :” Hah,, Fachri natap kamu? Maksudnya?
Sifa         :” Ga tau perasaan suka kayak gitu terus…”
Rini         :” Ya mungkin iseng aja kali..”
Sifa         :” Hmm….”
Beberapa hari kemudian, ketika aku didepan kantin sendiri aku merasa ada yang memperhatikanku. Feelingku berkata seperti itu. Dan ternyata dia Fachri. Saat aku menoleh padanya dia malah bergegas pergi. Aku tak terima mengapa dia seperti itu padaku. Aku segera mengejarnya, kutarik bahu kanannya.
Sifa         :” Ehm, maksud kamu apa ngeliatin aku kayak gitu?”
Fachri    :” Siapa yang ngeliatin kamu, biasa aja..”
Sifa         :” Tapi tadi kamu…….”
Belum sempat aku melanjutkan perkataanku, temannya memanggil dia untuk segera ke kelas. Kemudian dia berkata “hem duluan ya…” Fachri pergi dengan gaya cool’y. “hah sial! Dia udah keburu pergi lagi,, iih napa sih” pikirku dalam hati.
Sifa         :”Rin, Fachri aneh banget, dia suka merhatiin aku..”
Rini         :”Hah? Perasaan kamu aja kali, dia tuch jarang merhatiin cewek apalagi anak ekskul keagamaan kayak kamu…hehe”
Sifa         :”Yey koq gitu sih. Biar ekskul keagamaan tapi cakep kan??,,,haha”
Rini         :”Hem,,, ngehibur diri yah???,,,haha juga”
Sifa         :”Ih mang bener koq,,,hehe. Duh Rin aku jadi parno gini sih…”
Rini         :”Terlalu didramatisir kali. Atau mungkin kamu mang beneran suka ama Fachri??? Ayo ngaku!”
Sifa         :”Hah SUKA ?? ahh ga mungkin (bohong bgtt nehh) heu^_^
Ketika aku dan Rini pergi menuju perpustakaan, kami berpapasan dengan Fachri dan temannya. Aku memberi kode pada Rini bahwa ada Fachri didepan kami. Dan kejadian yang sama terulang lagi, dia menatap tajam kearah kami. Tak ada senyum yang dia torehkan pada kami. Rini mengetahui hal ini, mungkin kali ini dia akan percaya padaku.
Sifa         :”Tuh kan Rin, dia natap tajem banget”
Rini         :”Iya juga ya,, tumben dia gitu,, dugaan kamu sedikit bener…”
Sifa         :”Koq sedikit sih udah jelas gitu…!”
Rini         :”hem ga tau akh,, aku takut ntar kamu dibuat GR ama dia…”
Sifa         :”Eh iya juga sih,, koq aku ribet sih….. arrgggghhhhhhhhhhhhhhhhh . . . . . . . .”